EKSPLORASI NILAI-NILAI AGAMA HINDU DALAM MENINGKATKAN KERUKUNAN
Pada Orientasi Tokoh Agama Hindu
oleh Kol. (purn) IN. Suartha, S.Ip
A. Pendahuluan
Gerakan kerukunan sudah ada sejak tahun
1893 melalui Word Parlement of Religiont
di Chicago bernama gerakan kerukunan antara umat beragama (Interfaith Movement). Salah seorang utusan dari agama Hindu adalah VIVEKANANDA yang dinilai sangat brilian
dalam acara tersebut. Pada tahun 1993 dalam peringatan 100 tahun gerakan
tersebut telah dihasilkan sebuah komitmen bahwa hubungan antara pemeluk agama
yang berbeda adalah saling hormat-menghormati dan kerjasama dan bukan
persaingan unggul-mengungguli.
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai
masyarakat yang religius dengan ciri keanekaragaman suku bangsa, ras, etnis,
bahasa, budaya, tradisi, kepercayaan serta agama. Sejak berabad lamanya bangsa
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang “GUYUB RUKUN“ dan penuh toleransi dalam
kehidupan beragama ditengah masyarakat yang Heterogin,
serta multikultural. Disisi lain banyak kalangan menyatakan topik kerukunan
sudah terlalu sering disampaikan dan diucapkan melalui berbagai kegiatan
seperti seminar, workshop, kongres dan sejenisnya, namun belum menemukan
kerukunan yang sejati. Disisi lain pula ada yang berpendapat bahwa kerukunan
itu bukan barang jadi, akan tetapi sesuatu yang perlu ditumbuh kembangkan, dipelihara
dan ditingkatkan karena kerukunan itu bersifat dinamis.
B. Mencegah
Konflik
Dalam
upaya mencegah konflik sosial khusunya yang bernuansa keagamaan agar tidak mengganggu
kehidupan berbangsa dan bernegara dalam suasana aman dan damai, Pemerintah dan
masyarakat melalui tokoh-tokoh agama dari majelis-majelis agama merumuskan
peraturan bersama yang kemudian dituangkan kedalam Peraturan Menteri Agama RI
nomor 9 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI nomor 8, tahun 2006, tentang
pedoman pelaksanaan tugas Kepala Daerah / Wakil Kepala Daerah dalam pemeliharan
kerukunan umat beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan
Pendirian Tempat Ibadat, kemudian dikenal dengan nama PBM nomor 9 dan 8, tahun
2006. Sebelumnya Pemerintah Indonesia pada zaman Orde baru telah
memperkenalkan “ TRI KERUKUNAN “
(kerukunan intern umat beragam, kerukunan antar umat beragama dan kerukunan
antara umat beragama dengan pemerintah).
Disamping
ditingkat nasional juga di masing-masing daerah masyarakat membentuk berbagai
nama yang berkaitan dengan kerukunan seperti Forum Antar Umat Beragama (FAUB)
di Sulsel tahun 1999 yang tidak saja dalam upaya memelihara kerukunan, akan
tetapi juga dalam kegiatan sosial lainnya, seperti bencana alam dll.
C. Penomena
Kehidupan Beragama
Kehidupan
beragama setelah diberlakukannya PBM nomor 9 dan 8 tahun 2006, menunjukan
kearah yang lebih baik. Dialog internal antara umat beragama semakin sering
dilakukan, hal ini menunjukan bahwa kesadaran akan pluralitas masyarakat yang multikultural semakin baik. Namun
demikian dalam dinamika kehidupan masyarakat khusus masyarakat Sulsel tidak
lepas dari pengaruh globalisasi dan berbagai aspek kehidupan sosial yang
berkembang secara terbuka menyebabkan berbagai permasalahan sosial yang
berdampak pada kondisi kehidupan beragama maupun kehidupan sosial lainnya
berbentuk gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat seperti perkelahian antar
kelompok / gang dan kekerasan gang motor serta aksi begal yang belakangan
sangat meresahkan masyarakat khususnya di Makassar.
Dikalangan
umat Hindu sendiri keadaanya relatif stabil walaupun pernah terjadi
gesekan-gesekan kecil pada umunya disebabkan antara lain oleh, masih lemahnya
pemahaman agama yang terkait dengan keanekaragaman budaya dan pemahaman
keagamaan. Yang paling dirasakan adalah belum solidnya kehidupan beragama
internal umat Hindu di Sulsel. Dengan adanya keanekaragaman budaya keagamaan
(multikultural) akan tetapi selama ini berjalan masing-masing dengan baik
sesuai dengan budaya sendiri tanpa hilangnya identitas ke-Hinduan-nya. Hal ini
sangat dimungkinkan karena dalam sastra WEDA diajarkan : jalan manapun di tempuh manusia ke arahKu, semuanya Ku terima, wahai
Parta, karena dari mana-mana mereka semua menuju jalanKu.(Bg.IV.11)
Bg.VII.21 menyebutkan Apapun bentuk
kepercayaan yang ingin dipeluk oleh penganut agama, Aku perlakukan kepercayaan
mereka sama, supaya tetap teguh dan sejahtera.
D. Dalam
Hubungan External
Dalam hubungan
eksternal umat Hindu Sulsel masih mengalami beberapa permasalahan antara lain :
1.
Dibidang
pendidikan Agama Hindu pengangkatan guru-guru agama Hindu belum sesuai dengan
kebutuhan dan kendala dalam penyelenggaraan agama Hindu di sekolah.
2.
Dibidang
Struktur Pembimbing Masyasrakat Hindu masih terjadi kekosongan bahwa di Kantor Kemenag
Kabupaten/Kota khususnya di daerah yang umat Hindu nya cukup banyak belum ada
Pejabat Penyelenggara Hindu. Hal ini menyulitkan pembinaan umat Hindu setempat,
karena rentang kendali pembinaan dari pemerintah hanya ada di tingkat Provinsi.
3.
Dibidang
Penyiaran Agama melalui Mas Media sangat terbatas hanya secara rutin satu kali
dalam satu bulan di TVRI Sulsel selama 30 menit dan di RRI Makassar setiap
minggu satu kali selama 20 menit. Sedangkan dengan media cetak hanya bersifat
temporer khususnya hanya hari-hari besar Agama Hindu. Hal ini karena
keterbatasan dana dan SDM nya.
4.
Dibidang
Pendanaan terhadap kegiatan pembinaan dan pengadaan atau perbaikan sarana
peribadatan sangat terbatas karena kemampuan umat dan terbatasnya bantuan
pemerintah.
5.
Pembanguna
Rumah Ibadat belum ada kesulitan yang dihadapi, memang belum ada rencana
pembangunan baru belakangan ini. Kalaupun ada harus memnuhi aturan yang berlaku
sesuai PBM Nomor 9, 8 tahun 2006.
E. Ajaran
Agama Hindui Tentang Kerukunan
Ajaran Agama
Hindu memberikan dasar yang kuat terhadap upaya membangun komunikasi dan
kerukunan. Dalam beberapa Pustaka Suci antara lain menyebutkan ;
1. Yajur
Veda XI.6, menyebutkan berbuatlah kebaikan kepada orang lain seperti yang
engkau inginkan, mereka berbuat baik bagi dirimu. Engakau adalah jiawa yang sama
berasal dari Brahman Yang Esa. Perlakukan setiap orang sebagai sahabat karibmu.
2. Atharwa
Veda III.30.1, menyebutkan ; Wahai umat manusia, Aku telah memberimu
sifat-sifat ketulus ikhlasan dan mentalitas yang sama, serta perasaan berkawan
tanpa kebencian sperti halnya induk sapi mencintai anaknya yang baru lahir.
Demikianlah seharusnya engkau mencintai sesama mu;
3. Chandogya
Upanisad IV . 8. 7, menyebutkan ; Itu yang merupakan esensi seluruh alam ini
adalah dirinya sendiri, itulah kebenaran, itulah atman, itulah engkau, bahwa
setiap manusia adalah saudara dan manusia lainnya ( Vasudiva kutumbhakam ).
4. Reg
Veda X.191.2, menyebutkan ; Wahai umat mansuia berjalanlah kamu seiring,
berbicaralah bersama, dan berfikir kearah yang sama seperti halnya para dewa
selalu membagi tugas mereka. Begitulah semestinya engkau menggunakan hakmu.
5. Tat
Twam Asi ; Itu adalah engkau, engkau adalah mereka, mereka adalah saya, sesanti
Tat Twam Asi ini menajdi landasan etika dan moral bagi umat Hindu didalam
menjalankan Swadharmanya. Sehingga ia dapat melaksanakan kewajibannya di dunia
ini dengan baik dan harmonis, seperti makna kata yang di ucapkan Mahatma Gandhi
( Sarvadharma Samanatva). Dalam konteks ini maka setiap tokoh agama maupun
tokoh masyarakat harus memiliki komitmen untuk menerima pluralitas dan memberi
pencerahan melalui pengembangan wawasan multikultural dalam bentuk tindakan
nyata dan bersahabat.
6. BG.VII.21,
menyatakan ; Apapun bentuk kepercayaan yang ingin dipeluk oleh penganut agama,
Aku perlakukan kepercayaan mereka sama supaya tetap teguh dan sejahtera.
7. BG.IX.32,
menyatakan ; (Sarvam Brahma Idam Jagat) Tidak ada perbedaan kelas karena
terlahir dari Tuhan Yang Maha Esa.
F. Tantangan
Umat Hindu Sulsel kedepan
Tantangan
umat Hindu kedepan tidak saja hanya kemampuan mempertahankan agama dan budaya
akan tetapi kemampuan yang dapat meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan
pengamalan ajaran agama yang mampu menghadapi perkembangan zaman.
Adapun
beebrapa tantangan yang dihadapi antara lain;
1.
Eksternal
;
Ø
Kemampuan
pimpinan dan umat Hindu untuk dapat menjelaskan secara baik dan benar serta,
memuaskan tentang ajaran agama dan budaya Hindu kepada penganut agama lainnya
dalam setiap kesempatan dialog dan forum-forum lainny;
Ø
Pimpinan
dan Umat Hindu dapat dijadikan contoh dalam bersikap dan berprilaku serta
bermoral baik di lingkungan masing-masing;
2.
Internal
;
Ø
Pemahaman
agama masih terbatasi, penyampaian ajaran agama dan reorintasi pada batas
tertentu, telah dilakukan baik oleh pengurus Parisada maupun Bimas Hindu serta
organisasi Hindu lainnya. Namun pola dan gaya sosialisasi yang cenderung masih
kurang sistimatis dan kurang dialog;
Ø
Rangkaian
upacara keagamaan yang sarat dengan simbol kurang diimbangi dengan penanaman
pemahaman terhadap maknanya bahkan cenderung bersifat rutinisme;
Ø
Karakteristik
upacara-upacara umat Hindu berbeda-beda menurut budaya daerah setemapat dimana
umat Hindu berkembang. Bila diamati terjadi pada kultur daerah tertentu maka
muncullah istilah “Sentrisme” contoh Bali sentris;
Ø
Sumber
daya manusia (SDM) sangat terbatas terutama keagamaan Hindu dan kemauan untuk
menjadi pimpinan pada organisasi/lembaga Hindu. Hal ini kemungkinan di sebabkan
oleh karena menjadi pimpinan organisasi/kelembagaan Hindu kurang menjajikan
baik di bidang karier maupun materi. Berbakti dilingkungan organisasi Hindu
semata-mata hanya bersifat pengabdian (ngayah);
Ø
Terbatasnya
organisasi keagamaan Hindu yang belum merata keberadaannya disetiap daerah
(kabupaten/kota) akan menghambat munculnya kader-kader sebagai pimpinan umat
Hindu kedepan.
Ø
Kondisi
ekonomi umat rata-rata masih rendah dan belum adanya badan-badan ekonomi yang
dapat menggerakkan umat dalam meningkatkan kesejahteraannya;
Ø
Kondisi
keuangan organisasi umat sangat minim dan sangat terbatas sehingga sangat sulit
menggerakkan organisasi tersebut secara baik dan berkesinambungan;
G. Faktor
Pendukung
1.
Ciri
khas keberadaan dan berkembangnya ajaran Hindu adalah diterimanya dan
menyatunya budaya lokal untuk memperkuat tumbuhnya ajaran Veda. Hal ini terjadi
di wilayah Indonesia termasuk di Sulsel samapai sekarang;
2.
Konsep
Desa, Kala, Patra
Dengan konsep
ini menajadikan pengamalan ajaran Hindu menjadi lebih pleksibel, meskipun
ajaran intinya tetap sama. Pemahamannya sama, berbeda dalam pelaksanaannya;
3.
Konsep
Tri Hita Karana
Konsep ini sudah
sangat dikenal baik di tingkat Naisonal maupun dunia. Adanya tiga hubungan
harmonis menuai kebahagian hidup di alam Sekala dan Niskala. Hubungan manusia
yang penuh bakti kepada Tuhan (Hyang Widi Wasa, Puang Matua, Dewata Siwae) menyebabkan
manusia Hindu memandang kerja dan pelaksanaan tugas sebagai sebuah “Yadnya”;
4.
Surat
Keputusan Menteri Agama RI Dirjen Bimas Hindu dan Budha no.6 tahun 1966 tanggal
16 desember 1966, atas nama pemerintah Indonesia mengabulkan permohonan
komunitas Tolotang untuk diterima menjadi penganut Agama Hindu. Maka sejak
tanggal tersebut seluruh penganut Tolotang resmi menjadi penganut Agama Hindu;
5.
Berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Agama RI Dirjen Bimas Hindu dan Budha nomor Dd/M/200-VII/1969
tanggal 15 september 1969, penganut aluk Todolo resmi diterima menajdi penganut
agama Hindu;
6.
Keberadaan
orang Bali di Sulsel
Sebagian besar
orang-orang Bali di Sulsel datang sebagai transmigrasi sesuai Program
Pemerintah sekitar tahun 1976, selebihnya karena tugas dan belajar. Sekalipun
berada di luar daerah bali namun ciri-ciri sebagai orang Bali tetap melekat
dengan ciri-ciri antara lain sbb;
Ø
Kuat
dalam pelaksanaan upacara keagamaan
Ø
Rajin,
cerdas, dan kreatif
Ø
Manut/taat
mengikuti aturan
Ø
Ngayah
(bakti tanpa pamrih)
Ø
Sikap
suka mengalah
H. Upaya
Peningkatan Kerukunan
Untuk
tercapainya tingkat kerukunan yang baik maka setiap pimpinan lembaga di
lingkungan Agama Hindu, tokoh-tokoh dan setiap umat Hindu untuk menjaga dan
meningkatkan kerukunan antara lain melalui ;
1.
Dalami,
hayati dan amalkan ajaran Hindu terumtama yang berkaitan dengan kerukunan;
2.
Pendidikan
kerukunan perlu ditananmkan dan ditingkatkan melalui pendidikan sekolah,
keluarga dan masyarakat;
3.
Tingkatkan
hubungan baik dengan sesama dan dengan umat beragama lainnya;
4.
Belajar
dari kearifan lokal yang ada di daerah ini;
5.
Menjaga
citra agama Hindu dengan perbuatan positif dan dengan menghilangkan hal-hal
kebiasaan atau tradisi yang sudah tidak sesuai dengan lingkungan dan
perkembangan zaman;
6.
Manfaatkan
hari-hari tertentu melalui dialog diantara tokoh-tokoh umat termasuk generasi
muda;
7.
Tampilkan
suatu kegiatan yang bermakna sama dalam perayaan hari raya Agama Hindu (Nyepi)
dimasing-masing komunitas baik secara sendiri-sendiri maupun bersama;
8.
Meneruskan
dan meningkatkan kualitas Penyiaran Agama Hidnu dengan menampilkan saudara-saudara
kita dari komunitas Aluktodolo dan Tolotang, India, dllyang ada di wilayah ini.
Melalui mimbar Agama Hindu di TVRI maupun RRI Makassar.
I. Kesimpulan
1. Agama
yang semestinya menjadi sentrum dan
integrator kehidupan yang mengindarkan manusia dan situasi perpecahan,
ternyata juga dapat menjadi pemicu perpecahan dalam kehidupan Pluralitas
Multikultural bangsa ini, apabila tidak disadari dan diatasi maka kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ini tidak lagi Guyub Rukun dan damai.
2.
Umat
Hindu di Sulawesi Selatan akan semakin solid dan berkembang apabila tokoh-tokoh
umat Hindu dan segenap Umat Hindu berperan untuk menjaga dan meningkatkan
semangat kerukunan dan kebersamaan.
J. Penutup
Semoga
semua umat memandang kami dengan ramah penuh persahabatan, semoga kami dapat
memandang mereka sebagai sahabat. Semoga kami semua saling berpandangan sebagai
sahabat (Yajur Veda XXXVI.18).
Makassar, 13 Mei 2015
Penulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar