Slide Foto

Selasa, 19 Mei 2015

EKSPLORASI NILAI-NILAI AGAMA HINDU DALAM MENINGKATKAN KERUKUNAN



EKSPLORASI NILAI-NILAI AGAMA HINDU DALAM MENINGKATKAN KERUKUNAN
Pada Orientasi Tokoh Agama Hindu
oleh Kol. (purn) IN. Suartha, S.Ip 


     A.  Pendahuluan
Gerakan kerukunan sudah ada sejak tahun 1893 melalui Word Parlement of Religiont di Chicago bernama gerakan kerukunan antara umat beragama (Interfaith Movement). Salah seorang utusan dari agama Hindu adalah VIVEKANANDA yang dinilai sangat brilian dalam acara tersebut. Pada tahun 1993 dalam peringatan 100 tahun gerakan tersebut telah dihasilkan sebuah komitmen bahwa hubungan antara pemeluk agama yang berbeda adalah saling hormat-menghormati dan kerjasama dan bukan persaingan unggul-mengungguli.

Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang religius dengan ciri keanekaragaman suku bangsa, ras, etnis, bahasa, budaya, tradisi, kepercayaan serta agama. Sejak berabad lamanya bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang “GUYUB RUKUN“ dan penuh toleransi dalam kehidupan beragama ditengah masyarakat yang Heterogin, serta multikultural. Disisi lain banyak kalangan menyatakan topik kerukunan sudah terlalu sering disampaikan dan diucapkan melalui berbagai kegiatan seperti seminar, workshop, kongres dan sejenisnya, namun belum menemukan kerukunan yang sejati. Disisi lain pula ada yang berpendapat bahwa kerukunan itu bukan barang jadi, akan tetapi sesuatu yang perlu ditumbuh kembangkan, dipelihara dan ditingkatkan karena kerukunan itu bersifat dinamis.
     B.  Mencegah Konflik
 Dalam upaya mencegah konflik sosial khusunya yang bernuansa keagamaan agar tidak mengganggu kehidupan berbangsa dan bernegara dalam suasana aman dan damai, Pemerintah dan masyarakat melalui tokoh-tokoh agama dari majelis-majelis agama merumuskan peraturan bersama yang kemudian dituangkan kedalam Peraturan Menteri Agama RI nomor 9 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI nomor 8, tahun 2006, tentang pedoman pelaksanaan tugas Kepala Daerah / Wakil Kepala Daerah dalam pemeliharan kerukunan umat beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Pendirian Tempat Ibadat, kemudian dikenal dengan nama PBM nomor 9 dan 8, tahun 2006. Sebelumnya Pemerintah Indonesia pada zaman Orde baru telah memperkenalkan  “ TRI KERUKUNAN “ (kerukunan intern umat beragam, kerukunan antar umat beragama dan kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah).
Disamping ditingkat nasional juga di masing-masing daerah masyarakat membentuk berbagai nama yang berkaitan dengan kerukunan seperti Forum Antar Umat Beragama (FAUB) di Sulsel tahun 1999 yang tidak saja dalam upaya memelihara kerukunan, akan tetapi juga dalam kegiatan sosial lainnya, seperti bencana alam dll.
     C.  Penomena Kehidupan Beragama
 Kehidupan beragama setelah diberlakukannya PBM nomor 9 dan 8 tahun 2006, menunjukan kearah yang lebih baik. Dialog internal antara umat beragama semakin sering dilakukan, hal ini menunjukan bahwa kesadaran akan pluralitas masyarakat yang multikultural semakin baik. Namun demikian dalam dinamika kehidupan masyarakat khusus masyarakat Sulsel tidak lepas dari pengaruh globalisasi dan berbagai aspek kehidupan sosial yang berkembang secara terbuka menyebabkan berbagai permasalahan sosial yang berdampak pada kondisi kehidupan beragama maupun kehidupan sosial lainnya berbentuk gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat seperti perkelahian antar kelompok / gang dan kekerasan gang motor serta aksi begal yang belakangan sangat meresahkan masyarakat khususnya di Makassar.
Dikalangan umat Hindu sendiri keadaanya relatif stabil walaupun pernah terjadi gesekan-gesekan kecil pada umunya disebabkan antara lain oleh, masih lemahnya pemahaman agama yang terkait dengan keanekaragaman budaya dan pemahaman keagamaan. Yang paling dirasakan adalah belum solidnya kehidupan beragama internal umat Hindu di Sulsel. Dengan adanya keanekaragaman budaya keagamaan (multikultural) akan tetapi selama ini berjalan masing-masing dengan baik sesuai dengan budaya sendiri tanpa hilangnya identitas ke-Hinduan-nya. Hal ini sangat dimungkinkan karena dalam sastra WEDA diajarkan : jalan manapun di tempuh manusia ke arahKu, semuanya Ku terima, wahai Parta, karena dari mana-mana mereka semua menuju jalanKu.(Bg.IV.11)
Bg.VII.21 menyebutkan Apapun bentuk kepercayaan yang ingin dipeluk oleh penganut agama, Aku perlakukan kepercayaan mereka sama, supaya tetap teguh dan sejahtera.  
    D.  Dalam Hubungan External
Dalam hubungan eksternal umat Hindu Sulsel masih mengalami beberapa permasalahan antara lain :
1.     Dibidang pendidikan Agama Hindu pengangkatan guru-guru agama Hindu belum sesuai dengan kebutuhan dan kendala dalam penyelenggaraan agama Hindu di sekolah.
2.     Dibidang Struktur Pembimbing Masyasrakat Hindu masih terjadi kekosongan bahwa di Kantor Kemenag Kabupaten/Kota khususnya di daerah yang umat Hindu nya cukup banyak belum ada Pejabat Penyelenggara Hindu. Hal ini menyulitkan pembinaan umat Hindu setempat, karena rentang kendali pembinaan dari pemerintah hanya ada di tingkat Provinsi.
3.     Dibidang Penyiaran Agama melalui Mas Media sangat terbatas hanya secara rutin satu kali dalam satu bulan di TVRI Sulsel selama 30 menit dan di RRI Makassar setiap minggu satu kali selama 20 menit. Sedangkan dengan media cetak hanya bersifat temporer khususnya hanya hari-hari besar Agama Hindu. Hal ini karena keterbatasan dana dan SDM nya.
4.     Dibidang Pendanaan terhadap kegiatan pembinaan dan pengadaan atau perbaikan sarana peribadatan sangat terbatas karena kemampuan umat dan terbatasnya bantuan pemerintah.
5.     Pembanguna Rumah Ibadat belum ada kesulitan yang dihadapi, memang belum ada rencana pembangunan baru belakangan ini. Kalaupun ada harus memnuhi aturan yang berlaku sesuai PBM Nomor 9, 8 tahun 2006.
    E.  Ajaran Agama Hindui Tentang Kerukunan 
       Ajaran Agama Hindu memberikan dasar yang kuat terhadap upaya membangun komunikasi dan kerukunan. Dalam beberapa Pustaka Suci antara lain menyebutkan ;
1.     Yajur Veda XI.6, menyebutkan berbuatlah kebaikan kepada orang lain seperti yang engkau inginkan, mereka berbuat baik bagi dirimu. Engakau adalah jiawa yang sama berasal dari Brahman Yang Esa. Perlakukan setiap orang sebagai sahabat karibmu.
2.     Atharwa Veda III.30.1, menyebutkan ; Wahai umat manusia, Aku telah memberimu sifat-sifat ketulus ikhlasan dan mentalitas yang sama, serta perasaan berkawan tanpa kebencian sperti halnya induk sapi mencintai anaknya yang baru lahir. Demikianlah seharusnya engkau mencintai sesama mu;
3.     Chandogya Upanisad IV . 8. 7, menyebutkan ; Itu yang merupakan esensi seluruh alam ini adalah dirinya sendiri, itulah kebenaran, itulah atman, itulah engkau, bahwa setiap manusia adalah saudara dan manusia lainnya ( Vasudiva kutumbhakam ).
4.     Reg Veda X.191.2, menyebutkan ; Wahai umat mansuia berjalanlah kamu seiring, berbicaralah bersama, dan berfikir kearah yang sama seperti halnya para dewa selalu membagi tugas mereka. Begitulah semestinya engkau menggunakan hakmu.
5.     Tat Twam Asi ; Itu adalah engkau, engkau adalah mereka, mereka adalah saya, sesanti Tat Twam Asi ini menajdi landasan etika dan moral bagi umat Hindu didalam menjalankan Swadharmanya. Sehingga ia dapat melaksanakan kewajibannya di dunia ini dengan baik dan harmonis, seperti makna kata yang di ucapkan Mahatma Gandhi ( Sarvadharma Samanatva). Dalam konteks ini maka setiap tokoh agama maupun tokoh masyarakat harus memiliki komitmen untuk menerima pluralitas dan memberi pencerahan melalui pengembangan wawasan multikultural dalam bentuk tindakan nyata dan bersahabat.
6.     BG.VII.21, menyatakan ; Apapun bentuk kepercayaan yang ingin dipeluk oleh penganut agama, Aku perlakukan kepercayaan mereka sama supaya tetap teguh dan sejahtera.
7.     BG.IX.32, menyatakan ; (Sarvam Brahma Idam Jagat) Tidak ada perbedaan kelas karena terlahir dari Tuhan Yang Maha Esa.

       F.     Tantangan Umat Hindu Sulsel kedepan
 Tantangan umat Hindu kedepan tidak saja hanya kemampuan mempertahankan agama dan budaya akan tetapi kemampuan yang dapat meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama yang mampu menghadapi perkembangan zaman.
Adapun beebrapa tantangan yang dihadapi antara lain;
1.     Eksternal ;
Ø  Kemampuan pimpinan dan umat Hindu untuk dapat menjelaskan secara baik dan benar serta, memuaskan tentang ajaran agama dan budaya Hindu kepada penganut agama lainnya dalam setiap kesempatan dialog dan forum-forum lainny;
Ø  Pimpinan dan Umat Hindu dapat dijadikan contoh dalam bersikap dan berprilaku serta bermoral baik di lingkungan masing-masing;

2.     Internal ;
Ø  Pemahaman agama masih terbatasi, penyampaian ajaran agama dan reorintasi pada batas tertentu, telah dilakukan baik oleh pengurus Parisada maupun Bimas Hindu serta organisasi Hindu lainnya. Namun pola dan gaya sosialisasi yang cenderung masih kurang sistimatis dan kurang dialog;
Ø  Rangkaian upacara keagamaan yang sarat dengan simbol kurang diimbangi dengan penanaman pemahaman terhadap maknanya bahkan cenderung bersifat rutinisme;
Ø  Karakteristik upacara-upacara umat Hindu berbeda-beda menurut budaya daerah setemapat dimana umat Hindu berkembang. Bila diamati terjadi pada kultur daerah tertentu maka muncullah istilah “Sentrisme” contoh Bali sentris;
Ø  Sumber daya manusia (SDM) sangat terbatas terutama keagamaan Hindu dan kemauan untuk menjadi pimpinan pada organisasi/lembaga Hindu. Hal ini kemungkinan di sebabkan oleh karena menjadi pimpinan organisasi/kelembagaan Hindu kurang menjajikan baik di bidang karier maupun materi. Berbakti dilingkungan organisasi Hindu semata-mata hanya bersifat pengabdian (ngayah);
Ø  Terbatasnya organisasi keagamaan Hindu yang belum merata keberadaannya disetiap daerah (kabupaten/kota) akan menghambat munculnya kader-kader sebagai pimpinan umat Hindu kedepan.
Ø  Kondisi ekonomi umat rata-rata masih rendah dan belum adanya badan-badan ekonomi yang dapat menggerakkan umat dalam meningkatkan kesejahteraannya;
Ø  Kondisi keuangan organisasi umat sangat minim dan sangat terbatas sehingga sangat sulit menggerakkan organisasi tersebut secara baik dan berkesinambungan;

           G.   Faktor Pendukung
 1.     Ciri khas keberadaan dan berkembangnya ajaran Hindu adalah diterimanya dan menyatunya budaya lokal untuk memperkuat tumbuhnya ajaran Veda. Hal ini terjadi di wilayah Indonesia termasuk di Sulsel samapai sekarang;
2.     Konsep Desa, Kala, Patra
Dengan konsep ini menajadikan pengamalan ajaran Hindu menjadi lebih pleksibel, meskipun ajaran intinya tetap sama. Pemahamannya sama, berbeda dalam pelaksanaannya;
3.     Konsep Tri Hita Karana
Konsep ini sudah sangat dikenal baik di tingkat Naisonal maupun dunia. Adanya tiga hubungan harmonis menuai kebahagian hidup di alam Sekala dan Niskala. Hubungan manusia yang penuh bakti kepada Tuhan (Hyang Widi Wasa, Puang Matua, Dewata Siwae) menyebabkan manusia Hindu memandang kerja dan pelaksanaan tugas sebagai sebuah “Yadnya”;
4.     Surat Keputusan Menteri Agama RI Dirjen Bimas Hindu dan Budha no.6 tahun 1966 tanggal 16 desember 1966, atas nama pemerintah Indonesia mengabulkan permohonan komunitas Tolotang untuk diterima menjadi penganut Agama Hindu. Maka sejak tanggal tersebut seluruh penganut Tolotang resmi menjadi penganut Agama Hindu;
5.     Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama RI Dirjen Bimas Hindu dan Budha nomor Dd/M/200-VII/1969 tanggal 15 september 1969, penganut aluk Todolo resmi diterima menajdi penganut agama Hindu;
6.     Keberadaan orang Bali di Sulsel
Sebagian besar orang-orang Bali di Sulsel datang sebagai transmigrasi sesuai Program Pemerintah sekitar tahun 1976, selebihnya karena tugas dan belajar. Sekalipun berada di luar daerah bali namun ciri-ciri sebagai orang Bali tetap melekat dengan ciri-ciri antara lain sbb;
Ø  Kuat dalam pelaksanaan upacara keagamaan
Ø  Rajin, cerdas, dan kreatif
Ø  Manut/taat mengikuti aturan
Ø  Ngayah (bakti tanpa pamrih)
Ø  Sikap suka mengalah

       H.    Upaya Peningkatan Kerukunan
 Untuk tercapainya tingkat kerukunan yang baik maka setiap pimpinan lembaga di lingkungan Agama Hindu, tokoh-tokoh dan setiap umat Hindu untuk menjaga dan meningkatkan kerukunan antara lain melalui ;
1.     Dalami, hayati dan amalkan ajaran Hindu terumtama yang berkaitan dengan kerukunan;
2.     Pendidikan kerukunan perlu ditananmkan dan ditingkatkan melalui pendidikan sekolah, keluarga dan masyarakat;
3.     Tingkatkan hubungan baik dengan sesama dan dengan umat beragama lainnya;
4.     Belajar dari kearifan lokal yang ada di daerah ini;
5.     Menjaga citra agama Hindu dengan perbuatan positif dan dengan menghilangkan hal-hal kebiasaan atau tradisi yang sudah tidak sesuai dengan lingkungan dan perkembangan zaman;
6.     Manfaatkan hari-hari tertentu melalui dialog diantara tokoh-tokoh umat termasuk generasi muda;
7.     Tampilkan suatu kegiatan yang bermakna sama dalam perayaan hari raya Agama Hindu (Nyepi) dimasing-masing komunitas baik secara sendiri-sendiri maupun bersama;
8.     Meneruskan dan meningkatkan kualitas Penyiaran Agama Hidnu dengan menampilkan saudara-saudara kita dari komunitas Aluktodolo dan Tolotang, India, dllyang ada di wilayah ini. Melalui mimbar Agama Hindu di TVRI maupun RRI Makassar.
         I.      Kesimpulan
 1.    Agama yang semestinya menjadi sentrum dan integrator kehidupan yang mengindarkan manusia dan situasi perpecahan, ternyata juga dapat menjadi pemicu perpecahan dalam kehidupan Pluralitas Multikultural bangsa ini, apabila tidak disadari dan diatasi maka kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ini tidak lagi Guyub Rukun dan damai.
2.    Umat Hindu di Sulawesi Selatan akan semakin solid dan berkembang apabila tokoh-tokoh umat Hindu dan segenap Umat Hindu berperan untuk menjaga dan meningkatkan semangat kerukunan dan kebersamaan.

       J.     Penutup
 Semoga semua umat memandang kami dengan ramah penuh persahabatan, semoga kami dapat memandang mereka sebagai sahabat. Semoga kami semua saling berpandangan sebagai sahabat (Yajur Veda XXXVI.18).


 Makassar, 13 Mei 2015

Penulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar